Terjadinya Penduplikasian Pencatatan Aset
Kasus Inventarisasi Aset
Sebanyak 29
aset berupa tanah dan bangunan ditemukan duplikasi pencatatan antara Pemprov
Banten dan Pemerintah Kabupaten/kota. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil
dari laporan BPK, Tidak hanya itu, dalam LHP BPK juga tercatat adanya perbedaan
nilai aset di empat kabupaten/kota terhadap 29 tanah dan bangunan
tersebut.
Di Pemprov
Banten nilai 29 aset tersebut sebesar Rp28,4 miliar sedangkan di empat
pemerintah kabupaten/kota tercatat sebesar Rp20,419 miliar. Berdasarkan fakta yang ada,
BPK menyarankan Pemprov Banten untuk melakukan inventarisasi dan rekonsiliasi
atas aset yang tercatat oleh pemerintah kabupaten/kota agar tidak terjadi duplikasi.
Selain
masalah itu, BPK juga menemukan aset bangunan yang sudah dirobohkan, namun
masih tercatat di buku inventaris Provinsi Banten. Nilai aset yang sudah tidak
ada tersebut mencapai Rp1,27 miliar. Total aset milik Pemprov Banten per 31
Desember 2011 mencapai Rp7,2 triliun.
Menurut
Agus, permasalahan aset yang selama ini jadi temuan BPK dalam setiap LHP
harus segera diselesaikan. Jika persoalan ini tidak diselesaikan, maka
akan timbul sengketa karena masing-masing merasa memiliki.
Untuk aset yang berada di lintas daerah, Pemperov wajib menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Untuk aset yang berada di lintas daerah, Pemperov wajib menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Pada bagian
lain, Wakil Gubernur Banten Rano Karno mengatakan, aset memang menjadi masalah
utama nasional, terlebih di Banten yang merupakan daerah pemekaran dari Jawa
Barat. Untuk itu, idealnya di Banten ini harus ada badan aset untuk
menelusuri dan menyelesaikan masalah aset. "Tidak bisa dipungkiri,
masalah aset juga menjadi penghambat suatu daerah dalam meraih predikat Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI," katanya.
A.
Kesimpulan
1.
Dalam kasus di atas terlihat bahwa provinsi banten belum
benar-benar melaksanakan menajemen asset dengan efektif. Duplikasi asset daerah
ini seharusnya sudah dapat diperkirakan oleh pemerintah Provinsi Banten mengingat
Banten merupakan daerah pemerakan dari Provinsi Jawa barat. Seharusnya ketika
telah sah memisahkan diri dari jawa barat saat itu juga Banten harus melakukan
manajemen asset. Yaitu inventarisasi asset dan identifikasi aset, hal ini
sangat penting dilakukan oleh banten untuk mengetahui nilai-nilai aset yang
dimiliki oleh banten itu sendiri dan untuk lebih jelas mengetahui bagaimana
kondisi aset milik Banten itu sendiri. Sehingga dapat dikembangkan sesuai
dengan nilai dari aset itu sendiri. Kesalahan disini Banten bias di bilang
telat dalam mengidentifikasikan aset daerah dan menghitung nilai yang pasti
pada aset tersebut.
2.
Kesimpangsiuran atau duplikasi aset
di provinsi banten disebabkan kurang adanya koordinasi antara pemerintah
Provinsi Banten dengan pemerintah kabupaten/kota yang ada di wilayah itu
sendiri. Sehingga masing-masing pemerintahan memiliki nilai aset yang berbeda
satu sama lain. Kurangnya pengawasan terhadap aset daerah yang dimiliki dapat
berakibat fatal dengan munculnya duplikasi aset tersebut dikabupaten/kota
seperti yang terjadi pada kasus di atas. Hal ini dapat menimbulkan kurangnya
kejelasan status kepemilikan aset daerah.
3.
Kemudian banyaknya bangunan yang
telah dirobohkan namun masih tercatat di DPKAD ini merupakan permasalan yang
timbul karena kurangnya pengawasan terhadap aset daerah dan pengelolaan aset
daerah yang belum efektif. Dalam pengelolaan aset darah pemerintah berkewajiban
untuk melaporkan kondisi dan nilai BMD secara berkala. Hal ini penting untuk
mengetahui aset mana saja yang masih
baik dan aset yang telah rusak serta aset yang telah dirobohkan. Sehingga tidak
akan terjadi kesimpangsiuran dalam pencatatan aset seperti kasus diatas.
4.
Harus ada badan yang benar-benar
mengurusi aset daerah di provinsi banten untuk melakukan pengelolaan aset
secara maksimal, dan didukung oleh kebijakan dari pemerintah provinsi banten
itu sendiri dalam pelaksanaan manajemen aset daerah.
5.
Dalam kasus ini pemerintah Provinsi
Banten haru melakukan pembukuan ulang mengenai semua aset yang dimiliki. Baik
itu yang sudah tercatat maupun yang telah tercatat namun memiliki nilai yang
masih simpangsiur. Hal ini harus segera dilaksanakan agar tidak adanya aset
yang diakui oleh dareah lain yang kemudian akan menjadi sengketa kepemilikan
aset antar daerah. Kegiatan ini pun dilakukan untuk mengantisipasi kondisi BMD
dalam fungsi pelayanan public. Sehingga tidak ada aset yang kondisinya tidak
diketahui atau dengan kondisi rusak ketika melakukan pelayanan public dan
pelayanan public itu sendiri dapat terlaksana dengan baik dan maksimal.
j
Komentar
Posting Komentar