Pelayanan Publik
Karna aku lagi males nulis panjang lebar, aku ngpost tugas aku aja kemarenan tentang layanan publik. Semoga bermanfaat :)
BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut
aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah
memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh
masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun
pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan
reformasi publik (public reform) yang dialami negara-negara maju pada awal
tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan
kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.
Dalam era globalisasi saat ini mobilitas penduduk untuk
berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain menjadi faktor yang sangat
penting. Sebagai negara yang dapat mengikuti perkembangan globalisasi sudah
seharusnya fasilitas untuk mendukung mobilitas tersebut dapat terpenuhi dengan
baik. Fasilitas tersebut ialah berupa transportasi umum. Perkembangan zaman
yang pesat membuat permasalahan transportasi makin kompleks seperti macet,
lahan parkir yang kurang, dll. Di sini lah peran pemerintah dalam mencari
solusi dari permasalahan tersebut dengan cara menyediakan transportasi masa
yang memenuhi standar kelayakan, keamanan, dan kenyamanan.
Penggunaan kereta api di
Indonesia mulai menjadi pilihan alternative bagi para pengguna transportasi
umum. Disamping dengan efisiensi waktu yang dijanjikan, harga dan kapasitasnya
pun menjadi perhitungan bagi para penggunanya. Kereta api juga merupakan
kendaraan favorit bagi pada pemudik yang hendak pulang ke kampung halaman.
Karena itu setiap musim liburan dan perayaan hari besar, tiket kereta api ke
tujuan tertentu sudah pasti habis terjual.
Efisiensi waktu yang
ditawarkan memang menjadi kelebihan dari penggunaan kereta api ini, kemacetan
di Jakarta membuat para penduduknya beralih menggunakan kereta api dibandingkan
bus kota. Misalnya saja Depok-Rawamangun yang memakan waktu 2,5 jam bila
menggunakan bus kota biasa, namun bisa ditempuh dalam waktu tidak kurang dari
45 menit bila menggunakan kereta api.
Melihat dari realita yang ada saat ini hal-hal tersebut belum dapat
terealisasi. Masih banyak fasilitas-fasilitas penunjang yang belum ada, ada
pula fasilitas yang sudah ada tetapi tidak dilakukan perawatan sehingga saai
ini sudah tidak layak guna. Sistem pembelian tiket, keamanan, kenyamanan
kendaraan, kebersihan kereta dan stasiun masih harus diperbaiki tiap tahunnya.
Namun pemerintah seolah tidak berkaca dari pengalaman yang sudah-sudah sehingga
masalah seperti itu terus terjadi tiap tahunnya.
Melihat
pada suatu keadaan dimana terdapat gap/kesenjangan antara harapan konsumen
dengan pelayanan yang diberikan PT.KAI, penulis tertarik untuk mengkaji isu permasalahan kereta
api di Indonesia khususnya masalah pelayanan PT.KAI ini
dengan menguraikan pertanyaan-pertanyaan pada identifikasi masalah dan akan
dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pelayanan
Publik
Pengertian Pelayanan Publik adalah segala kegiatan yang
dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan penerima pelayanan, dalam pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Peningkatan pelayanan publik yang efisien dan efektif akan
mendukung tercapainya efisiensi dan efektif akan mendukung tercapainya
efisiensi pembiayaan, artinya ketika pelayanan umum yang diberikan oleh
penyelenggara pelayanan kepada pihak yang dilayani berjalan sesuai dengan
kondisi yang sebenarnya atau mekanisme atau prosedurnya tidak berbelit-belit,
akan mengurangi biaya atau beban bagi pihak pemberi pelayanan dan juga penerima
pelayanan.
Penyelenggara Pelayanan Publik adalah instansi pemerintah yang
terbagi ke dalam unit-unit pelayanan yang secara langsung memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Ukuran keberhasilan pelayanan akan tergambar pada indeks
kepuasan masyarakat yang diterima oleh para penerima pelayanan berdasarkan
harapan dan kebutuhan mereka yang sebenarnya. Namun sebenarnya pelayanan publik
dapat bekerja sama dengan pihak swasta atau diserahkan kepada swasta apabila
memang dipandang lebih efektif dan sepanjang mampu memberikan kepuasan maksimal
kepada masyarakat.
Setiap pelayanan publik harus
memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian
bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang harus dimiliki
dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan
penerima pelayanan.
Standar pelayanan
public sekurang-kurangnya meliputi:
1.
Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan
merupakan salah satu dari standar pelayanan public. Prosedur pelayanan harus
dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan public, termasuk pengaduan
sehingga tidak terjadi permasalahan dikemudian hari. Prosedur pelayanan harus
ditetapkan melalui standar pelayanan minimal, sehingga pihak penerima pelayanan
dapat memahami mekanismenya.
2.
Waktu penyelesaian
Waktu penyelesaian
merupakan salah satu dari standar pelayanan public. Waktu penyelesaian yang
ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan
termasuk pengadua. Semakin cepat waktu penyelesaian pelayanan, maka akan
semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat akan pelayanan yang diberikan.
3.
Produk pelayanan
Produk pelayanan
merupakan salah satu dai standar pelayanan public. Hasol pelayanan akan
diterima sesuai dengan ketentuan yang terlah ditetapkan. Produk pelayanan harus
dipahami secara baik, sehingga memang membutuhkan sosialisasi kepada
masyarakat.
4.
Biaya pelayanan
Biaya pelayanan
merupakan salah satu dari standar
pelayanan public. Biaya pelayanan termasuk tinciannya harus ditentukan secara
konsisten dan tidak boleh ada diskrminasi, sebab akan menimbulkan
ketidakpercayaan penerima pelayanan kepada pemberi pelayanan. Biaya pelayanan
ini harus jelas pada setiap jasa pelayanan yang akan diberikan kepada
masyarakat, sehingga tidak menimbulkan kecemasa, khususnya kepada pihak atau
masyarakat yang kurang mampu.
5.
Sarana dan prasarana
Sarana dan
prasarana merupakan salah satu dari standar pelayanan public. Penyediaan sarana
dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan public sangat
menentukan dan menunjang keberhasilan penyelenggaraan pelayanan.
6.
Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas
pemberi pelayanan merupakan salah satu dari standar pelayanan public.
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepar berdasarkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan agar
pelayanan yang diberikan bermutu.
2.2 Sifat Jasa dan Strateginya
Agar dalam
pembahasan mengenai strategi jasa dapat dibedakan dalam pembahasan strategi
produk, sebaiknya diketahui perbedaan antara input dan resources. Yang
dimaksud dengan inputs adalah
konsumen itu sendiri, sedangkan yang dimaksud dengan resources adalah barang-barang fasilitas, sumber daya manusia,
serta modal yang berada di bawah pengawasan manajer jasa. Jadi, dalam suatu
system jasa, penyedia jasa dan pemakai jasa harus mempunyai suatu hubungan yang
sangat erat, dimana konsumen adalah pastisipan yang aktid dalam terbentuknya
proses pelayanan. Karena konsumen di satu pihan mempunyai sifat-sifat dan
keinginan yang belum tentu sama dengan tersedianya sumber-sumber yang ada di
dalam suatu perusahan jasa, maka untuk penyesuaian kedua hal yang berbeda ini merupakan
suatu tantangan bagi manajer jasa.
Beberapa
karakteristik jasa, sangat mempengaruhi strategi jasa yang akan dirancang.
Berikut ini akan dijelaskan karakteristik jasa dan strategi khusus yang dapat
dirancang berdasarkan masing-masing karakteristik tersebut.
2.2.1
Sifat Jasa yang Tidak Bisa Dilihat (Intangibility) dan strategi untuk
mengatasinya
Jasa
berbeda pengertiannya dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat
atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja atau usaha. Bila barang
dapat dimiliki, maka jasa-jasa dapat dikonsumsi, tetapi tidak dapat dimiliki.
Meskipun sebagian besar jasa dapat berkaitan dan didukung oleh produk fisik,
misalnya mobil dalam jasa transportasi, esensi dari apa yang dibeli pelanggan
adalah performance yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lainnya.
Jasa
bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau
didengar sebelum dibeli, sehingga untuk mengurangi ketidakpastian, para
pelanggan memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut.
Zeithaml
(1981), membedakan tiga kategori kualitas barang dan jasa,
a.
Search quality, yaitu
atribut atau kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli suatu
barang, misalnya warna, aroma, harga, dan rasa. Seseorang dapat mencium wangi
parfum atau memilih warna dan model baju sebelum ia memutuskan untuk membeli.
Warna atau aroma ini merupakan dasar untuk menilai kualitas. Search quality hanya dapat digunakan
untuk menilai produk dan tidak dapat digunakan untun menilai produk dan tidak
dapat digunakan untuk menilai keseluruhan dimensi kualitas jasa.
b.
Experience quality, yaitu atribut atau kuaitas yang hanya bisa
dievaluasi setelah membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa tertentu.
Misalnya, jasa tukang cukur rambut tidak bias dievaluasi sebelum rambut anda
dipangkas/dicukur. Pada saat anda selesai dicukur, anda bias menilai apakah potongannya
bagus atau tidak.
c.
Credence quality, yaitu
atribut atau kualitas suatu barang yang suka dievaluasi oleh onsumen, meskipun
barang atau jasa itu telah dibeli atau dikonsumsi. Misalnya, operasi jantung.
Seorang pasien tidak bisa menilai apakah diagnosis seorang dokter mengenai
penyakitnya bagus atau tidak. Credence
quality maupun experience quality, keduanya
bersifat subjektif dan dipakau sebagai dasar untuk menilai jasa yang
karakteristiknya tidak dapat dilihat.
Apabila seeorang
mengetahui kualitas jasa yang pernah dikonsumsinya, maka jasa tersebut
tergolong experience quality, apabila
ia tidak bisa menilai jasa tersebut, meskipun sudah dibeli atau dikinsumsinya,
maka jasa itu tergolong credence quality.
Tugas penyedia jasa
dalam menghadapi sifat jasa yang tidak dapat dilihat adalah “mengelola bukti”
dan memberikan buktibukti fisik sebagai perbandingan pada penawaran abstraknya
(Looyet al., 1998). Pelanggan lebih menilai kualitas jasa dari tempat dan
suasana lingkungan, keterampilan dan keramahan orang, tersedianya peralatan
untuk mendukung proses jasa, alat-alat komunikasi, symbol dan harga yang mereka
amati, yang kesemuanya ini dibungkus dalam suatu paket jasa (service package).
Manajer jasa harus
dapat memahami karakteristik dari jasa yang bersifat tidak nyara, sehiingga
dapat menentukan strategi-strategi yang tepat dan terencana, seperti berikut
ini:
a.
Jasa tidak dapat
disimpan
b.
Jasa tidak dapat
dilindungi dengan hak paten
c.
Perusahaan tidak
dapat dengan mudah dan cepat mempertunjukkan atau mengkomunikasikan suatu jasa.
d.
Harga sukar
ditetapkan
e.
Sesuatu yang
tidak mudah didefinisikan, diformulasikan atau dipahami secara rohaniah.
Strategi-strategi untuk menangani masalah yang
ditimbulkan oleh karakteristik jasa yang tidak nyata tersebut diatas adalah
seperti berikut:
1.
Menekankan
petunjuk-petunjuk yang tampak , yaitu tempat (desain interior dan eksterior),
sumber daya manusia (ramah, responsive, murah senyun, dan berpakaian rapi),
peralatan (computer, meja, kursi, dll), bahan-bahan komunikasi (brosur,
pamphlet, dll), symbol perusahaan dan harga.
2.
Menggunakan
sumber daya personel lebih banyak daripada sumber daya lainnya
3.
Mensimulasikan
atau mendorong komunikasi dari mulut ke mulut, misalnya melalui pesan
komunikasi :”bila anda tidak puas, beritahukan kami. Tetapi, bila anda puas,
beritahukan rekan-rekan anda”.
4.
Memberika
insentif tertentu kepada setiap pelanggan yang dapat menarik pelanggan baru
bagi perusahaan. Misalnya, berupa voucher atau produk tertentu yang diberikan
secara Cuma-Cuma.
5.
Menciptakan
citra organisasi yang kuat, misalnya lewat iklan, logo, perilaku manajemen, dan
karyawan yang positif (responsive, etis, peduli akan lingkungan) serta dapat
dipercaya.
6.
Penetapan harga
jual, sehingga dapat bersaing dan dapat mendatangkan keuntungan yang
diharapkan. Dalam artian, menarik pelanggan sekaligus dapat menutup biaya-biaya
yang telah dikeluarkan
7.
Melakukan survey
mengenai kepuasan pelanggan, menampung dan menganani keluhan pelanggan,
menerima saran dan kritik dari pelanggan dan menjalankannya apabila saran dan
kritik itu bersidat memperbaiki pelayanan.
2.2.2 Sifat Jasa yang mudah rusak (perishability) dan strategi
menghadapinya
Jasa
merupakan komoditas yang tidak tahan lama. Kursi pesawat yang kosong, kamar
hotel yang tidak dihuni atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktik dokter
gigi akan hilang atau berlalu begitu saja karena jasa itu tidak dapat disimpan.
Pemanfaatan secara penuh kapasitas dari suatu jasa merupakan suatu tantangan
bagi manajemen jasa karena permintaan jasa sangat bervariasi, sementara
membentuk persediaan jasa untuk mengatasi fluktuasi ini bukan merupakan suatu
pilihan. Misalnya, permintaan terhadap jasa-jasa rekreasi dan hiburan meningkat
selama musim liburan, sementara bila tidak pada musim liburan, permintaan
terhadap jasa rekreasi dan hiburan boleh dikatakan hamper tidak ada. Sama
halnya pada saat menjelang lebaran, natal, dan tahun baru, permintaan akan jasa
transportasi antarkota akan melonjak. Contoh lain adalah pada jam-jam making
siang, restoran pada umumnya sangat penuh, bahkan kadang-kadang melebihi
kapasitas, sementara pada jam-jam tertentu restoran tidak ada pengunjung.
Menghadapi situasi seperti di atas, perusahan-perusahaan jasa harus mampu
mengevaluasi kapasitasnya dan berusaha mencari substitusi jasa yang tidak dapat
memenuhi permintaan agar setiap saat dapat melakukan penyeimbangan antara
penawaran dan permintaan.
Berkaitan
dengan karakteristik perishability, maka
jasa tidak dapat disimpan, sehingga untuk mengatasi masalah ini perlu
dipelajari strategi-strategi berikut
ini.
1.
Menggunakan
beberapa pendekatan untuk mengatasi permintaan yang berfluktuasi (manajemen
permintaan), misalnya seperti berikut ini.
a.
Tidak melakukan
apapu, artinya membiarkan frekuensi dan volume permintaan apa adanya. Karea
kondisi yang dihadapi adalah kapasitas yang tidak dapat ditingkatkan lagi dalam
menghadapi lomjakan permintaan.
b.
Mengurangi
permintaan pada periode permintaan mencapai puncaknya, ada beberapa cara yang
bias dilakukan. Pertama, menaikkan
harga sehingga pada waktu bersamaan, pendapatan dapat ditingkatkan dan jumlah
permintaan akan berkurang. Kedua, menerapkan
differential pricing atau memberikan
insentif berupa beberapa pertunjukkan menarik pada saat kekurangan pengunjung
pada tempat-tempat hiburan, dengan tujuan mendorong pemanfaatan pada kesempatan
lain di luar periode puncaknya. Misalnya menentukan tariff interlokal pada
malam hari dan hari libur yang lebih murah daripada periode sibuk di pagi dan
siang hari. Ketiga, menerapkan demarketing, misalnya menggunakan iklan
yang menawarkan diskon khusus apabila konsumen berbelanja jauh-jauh hari
sebelum hari lebaran.
c.
Meningkatkan
permintaan pada saat-saat sepi (atau saat kapasitas berlebihan), misalnya
dengan menurunkan harga secara selektif, yakni tetap mempertimbangkan
tertutupinya biaya yang dikeluarkan. Dapat pula dengan cara mengmbangkan
pemanfaatan jasa untuk keperluan lain. Sebagai contoh, hotel atau resor dapat
pula dipergunakan sebagai tempat seminar.
d.
Menyimpan
permintaan dengan system reservasi dan janji. Cara ini b anyak diterapkan dalam
industry penerbangan, hotek dan motel, restoran, penyewaan mobil, bioskop,
dokter, oengacara, konsultan, psikolog, dll.
e.
Menerapkan
system antrian, sehingga pelangan menunggu giliran untuk dilayani. Namun, bila
terlalu lama menunggu dan belum juga dilayani, pelanggan bias kecewa, bosan,
jengkelm dan berbagai perasaan kesal lainnya.
f.
Mengembangkan
jasa atau pelayanan komplementer, misalnya bank menawarkan fasilitas ATM.
2.
Melakukan
penyesuaian terhadap permintaan dan kapasitas secara simultan sehingga tercapai
kesesuaian antara keduanya (manajemen penawaran). Cara yang dapat ditempuh
diantaranya adalah sebagai berikut.
a.
Menggunakan
karyawan paruh-waktu pada periode sibuk sehingga perusahaan dapat melayani
permintaan pelanggan. Misalnya kantor pos mempekerjakan pelajar dan mahasiswa
pada saat menjelang lebaran, natal, dan tahun baru.
b.
Menyewa atau berbagi
fasilitas dan peralatan tambahan dengan perusahaan lain.
c.
Menjadwalkan
aktivitas yang tertunda (downtime) selama periode permintaan rendah. Artinya,
selama periode sibuk, setiap karyawan hanya melaksanakan tugas-tugas pokok,
sementara aktivitas yang bias ditunda akan dilaksanakan pada saat permintaan
sepi.
d.
Melakukan
pelatihan silang kepada para karyawan, memiliki berbagai keterampilan dan dapat
saling membantu apabila di departemennya sendiri sedang menganggur.
e.
Meningkatkan
partisipasi karyawan, misalnya di pasar swalayan, konsumen memilih dan membawa
sendiri barang belanjaannya.
2.3 Paket Jasa (Service Package)
Paket
jasa diartikan sebagai suatu perangkat yang terdiri atas barang dan jasa yang
disediakan dalam penyampaian jasa tertentu. Perangkat ini bisi bisa berupa
sesuatu yang bisa dilihat dan dirasakan, misalnya perabotan dalam kamar suatu
hotel. Selain itu, ada juga yang hanya dapat dirasakan, tetapi tidak dapat
dijelaskan, misalnya kepuasan pelanggan yang diperoleh setelah kita menjalani
suatu operasi jantung yang berhasil, tidak dapat dilihat dengan kasat mata,
tetapi dapat dirasakan kualitas dari operasi tersebut.
Pemahaman mengenai paket jasa sangat
penting artinya bagi seorang manajer jasa, agar dapat diperoleh gambaran
mengenai karakteristik dan komponen jasa yang ditawarkan, unsur-unsur apa saja
yang harus dipenuhi agar penyampaian dan kualitas jasa sesuai dengan harapan
konsumen. Menurut Fitzsimmons dan Fitzsimmons (2006), komponen yang termasuk
paket jasa (service package) adalah
sebagai berikut :
1. Fasilitas
penunjang (supporting facility),
yaitu sumber daya fisik yang harus ada sebelum suatu jasa dapat ditawarkan
kepada konsumen. Misalnya, bangunan dan lapangan parkir suatu rumah sakit
merupakan fasilitas penunjang. Pada perusahaan jasa penerbangan, yang menjadi
fasilitas penunjang adalah pesawat terbang,dan pada jasa pusat olahraga golf
adalah lapangan golf (golf court). Kriteria yang sering digunakan konsumen
untuk menilai karakteristik ni adalah kesesuaian arsitektural (architectural
appropriateness), dekorasi interior, tata letak fasilitas dan peralatan
pendukung yang dimiliki perusahaan, suasana yang tenang dan keleluasaan
menggunakannya.
2. Barang-barang
pendukung (facilitating goods), yaitu bahan-bahan yang dibeli atau yang
dikonsumsi oleh konsumen dan termasuk setiap item yang disediakan oleh pemberi
jasa. Contohnya, dalam jasa pusat olah raga golf, maka tersedianya klub-klub
golf merupakan contoh dari fasilitas pendukung, sedangkan untuk jasa restoran
tersedianya menu atau hidangan yang bervariasi, bersih dan membangkitkan selera
atau dalam jasa reparasi mobil tersedianya suku cadang pengganti yang lengkap,
baik jenis dan mereknya. Kriteria penilaian konsumen meliputi aspek
konsistensi, jumlah fasilitas serta variasi atau pilihan yang tersedia.
3. Jasa-jasa
eksplisit (explicit service), yakni segala manfaat yang dapat diamati dan
dirasakan dengan panca indera. Jasa eksplisit umumnya meliputi karakteristik
jasa yang esensial atau instrinsik. Misalnya, cepat atau lambatnya respons
barisan pemadam kebakaran dalam menagani laporan masyarakat atau korban
kebakaran. Pada kasus ini, kriteria penilaian konsumen lebih diutamakan kepada
intensitas dan kualitas pelatihan bagi para personel jasa, kelengkapan
peralatan yang diperlukan, konsistensi kualitas jasa dan kesiapan serta
ketersediaan (lokasi mudah dicapai, akses dan pelayanan 24 jam).
4. Jasa-jasa
implisit (implicit services), yaitu manfaat psikologis yang hanya dirasakan
konsumen secara samar-samar. Dengan kata lain, karakteristik ekstrinsik yang
melengkapi suatu jasa. Misalnya, suatu kerahasiaan (privacy) dari suatu lembaga
kredit atau status dari sekolah atau perguruan tinggi favorit (terkenal). Dalam
melakukan penilaian, konsumen sering mempergunakan beberapa kriteria berupa
sikap atau perilaku personel jasa, privacy dan keamanan, kenyamanan, atmosfir
atau suasana, waktu tunggu, status dan perasaan tenteram/tenang
(misalnya,tempat parkir yang dilengkapi fasilitas penerangan yang memadai).
Keseluruhan
bentuk dari paket jasa ini merupakan gambaran pengalaman konsumen yang akan
membentuk dasar dari persepsi terhadap jasa yang diterima. Sangat penting bagi
seorang manajer jasa untuk menawarkan suatu pengalamanyang terkesan istimewa
bagi pelanggan sehinnga tertanam dalam benaknya kesan positif dan jasa yang
diberikan harus konsisten sesuai dengan paket jasa yang diinginkannya. Apa yang
diharapkan sebelumnya sesuai dengan apa yang dirasakan atau yang dialaminya,
sehingga kepuasan keonsumen tercermin dari perilakunya sesudah mengkonsumsi
jasa tersebut. misalnya, menyampaikannya kepada orang lain (word of mouth). Sebagai contoh, suatu
suatu hotel yang memberikan fasilitas penunjang dalam bentuk kamar-kamar dengan
perabotanyang kodern atau unik serta dilengkapi dengan barang-barang yang
dibutuhkan konsumen dari hotel tersebut, seperti handuk yang bersih dan sabun
mandi, kenyamanan dan suasana yang menyenangkan dalam kamar (explicit
services), keramahtamahan serta keterampilan para petugas hotel (implicit
services) akan tertanam dalam benak konsumen selama mereka tinggal di hotel
tersebut.
Bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh konsumen,
seluruh fasilitas yang berada di dalam paket jasa tadi akan berkurang nilainya
di mata konsumen (consumer perceived
value) sehingga akan menimbulkan kesan yang kurang baik (image yang
negative). Seorang manager jasa harus mengetahui pelayanan-pelayanan apa
saja yang akan memuaskan keinginan pelanggan dan pelayanan-pelayanan apa saja
yang tidak diharapkan oleh pelanggan.
Untuk mengetahui kriteria apa saja yang menunjang suatu
paket jasa, dengan menggunakan table 2.3 dapat diketahui hal-hal penting yang
harus dipahami oleh para penyedia jasa agar dapat menawarkan jasa yang
menyeluruh. Misalnya, hotel yang akan dibangun haruslah memiliki
fasilitas-fasilitas yang meliputi lokasi yang mudah dicapai untuk hotel-hotel
dengan tujuan bisnis atau letak hotel
yang strategis dari pusat pembelanjaan bagi para turis, dekorasi dan
interiornya yang nyaman dan menarik, fasilitas-fasilitas pendukung seperti
kolam renang, restoran dengan menu yang
bervariasi. Kecepatan dan keterampilan stafnya untuk menyelesaikan masalah
administrasi maupun pelayanan yang dapat dilihat, cara berpakaian maupun
hal-hal lain yang dirasakan oleh pelanggan sebagai sesuatu yang sangan berkesan
yang tidak dapat dilupakannya.
Tabel 2.1
Kriteria dalam
Menilai Paket Jasa
Fasilitas
Penunjang (Supporting Facility)
|
|
1. Lokasi
:
Apakah dapat dilalui
oleh transportasi umum?
Apakah terletak di
pusat kota?
2. Dekorasi
interior:
Apakah terdapat kesan
yang sesuai?
3. Peralatan
pendukung:
Apakah dokter gigi
menggunakan bor mekanik atau bor udara?
|
4. Kesesuaian
arsitektural:
a. Model
renaissance untuk kampus.
b. Model
atap dan lantai.
5.
Layout
fasilitas:
Apakah arus lalu
lintas lancar?
Apakah cukup tersedia
tempat menunggu?
Apakah terdapat jalur
yang tidak perlu?
|
Barang-Barang
Pendukung (Facilitating Goods)
|
|
1. Konsistensi
Kerenyahan pada
kentang goreng.
Pengontrolan
pembagian.
2. Kuantitas:
Apakah cukup tersedia
minuman ukuran kecil, sedang atau besar?
|
3. Seleksi:
Variasi dari letak knalpot.
Jumlah makanan pada
daftar manu.
Tersedianya tempat
penyewaan bermain ski.
|
Jasa-Jasa
Eksplisit (Explicit Service)
|
|
1. Pelatihan
personel jasa:
Seberapa jauh para
ahli dibutuhkan?
Apakah para dokter
bersertifikat?
2. Kelengkapan:
Potongan harga pada
broker dilengkapi dengan pelayanan penuh.
Rumah sakit
dilengkapi dengan klinik.
|
3. Konsistensi:
Jadwal penerbangan
yang tepat waktu.
4. Kertersediaan:
Pelayanan ATM 24 jam.
Apakah terdapat website?
Apakah terdapat nomer
bebas pulsa?
|
Jasa-Jasa
Implisit (Implicit Service)
|
|
1. Sikap
jasa:
Kru pesawat yang
ramah.
Polisi menyampaikan
laporan kemacetan dengan bijaksana.
Pelayan restoran yang
tidak ramah.
2. Suasana:
Dekorasi restoran.
Music di bar.
|
3. Penantian:
Bergabung dengan
antrian di bank.
Menikmati minuman di
bar restoran.
4. Status:
Tribun tempat duduk
pada pertandingan olah raga.
|
Sumber :
Fitzsimmons dan Fitzsimmons (2006), Service
Management: Operation, Strategy and Information Technology, McGraw-Hill,
International Edition, New York, p.26 (diadaptasi).
2.4 Harapan/Ekpektasi Pelanggan
Fandy Tjiptono (2008) mengatakan
dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan, ada
semacam consensus bahwa ekspektasi pelanggan (costumer expectation) memainkan peran penting sebagai standar
pembanding dalam mengevaluasi kualitas maupun kepuasan. Dalam hal ini, kinerja
actual sebuah produk (barang dan jasa) setelah pelanggan membeli atau
mengonsumsinya dibandingkan dengan ekspektasi pra-pembelian untuk menentukan
apakah kualitas layanannya baik atau buruk.
Saat
ini setidaknya berkembang 56 ekspektasi pelanggan yang dijumpai dalam
literature kualitas layanan dan kepuasan pelanggan (santos & Boote, 2003).
Definisi-definisi tersebut bisa dikelompokkan menjadi delapan tipe:
·
Ideal expectation,
yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang di harapkan dapat diterima
konsumen. Standar ideal identic dengan exellenxe
(kesempurnaan), yakni standar ekspektasi yang paling sulit dipenuhi.
·
Normative (should) expectation (persuasion-based
standard), yaitu tingkat kinerja uang dianggap konsumen seharusnya mereka
dapatkan dari produk yeang dikonsumsi. Ekspektasi normative lebih rendah
dibandingkan ekspektasi ideal, karena biasanya ekpektasi normative dibentuk
oleh produsen atau penyedia jasa. (Spreng, MacKenzie & Olshavsky, 1996).
·
Desired
expectation, yaitu tingkat kinerja yang diinginkan pelanggan dapat
diberikan produk atau jasa tertentu.
·
Predicted (will) Expectation (expectation-based norms), yaitu tingkat kinerja yang
diantisipasi atau diperkirakan konsumen akan diterimanya, berdasarkan semua
informasi yang diketahuinya.
·
Diserved (want) expectation (equitable
expectation), yaitu evaluasi subyektif konsumen terhadap investasi
produknya.
·
Adequate
expectation atau minimum tolerable
expectation, yakni serangkaian ekspektasi menyangkut tingkat kinerja yang
tidak bakal ditolerir atau diterima pelanggan.
·
Worst
imaginable expectation, yaitu scenario terburuk mengenai kinerja produk
yang diketahui dan/atau melalui kontak dengan media.
Sementara itu,
factor-faktor spesifik yabf mempengaruhi terbentuknya ekspektasi pelanggan bisa
diklasifikasikan dalam 10 determinan (Zeithaml, et al., 1993; lihat gambar 1.1)

1. Enduring
service intensifiers
Factor ini merupakan factor yang
bersifat stabil dan mendorong pelanggan
untuk meningkatkan sensivitasnya terhadap layanan. Termasuk di dalamnya
adalah ekspektasi yang dipengaruhi orang lain dan filosofi pribadi seseorang
tentang layanan.
2. Personal
needs
Kebutuhan yang dirasakan seseorang
mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan ekpekstasinya. Kebutuhan
personal meliputi kebutuhan fisik, sosiak, dan psikologis.
3. Transitory
service intensifier
Factor ini merupakan factor
individual yang bersifat sementara (janhka pendek) yang meningkatkan sensivitas
pelanggan terhadap layanan. Factor ini meliputi:
·
Situasi darurat pada saat pelanggan sangat
membutuhkan layanan dan ingin perusahaan bisa membantunya dengan segera.
·
Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat
pula menjadi acuannya dalam menentukan baik-buruknya jasa berikutnya.
4.
Perceived service alternatives
Perceived
service alternatives merupakan persepsi pelanggan terhadap tingat layanan
perusahaan lain sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternative, maka
harapannya terhadap jasa tertentu cenderung akan semakin besar.
5. Self-perceived
service roles
Factor ini mencerminkan persepsi
pelanggan terhadap tingkat keterlibatannya dan memengaruhi layanan yang
diterimanya.
6. Situatuional
factors
Factor situasional terdiri atas
segala kemungkinan yang bisa memengaruhi kinerja layanan, yang berada di luar
kendali penyedia jasa.
7. Explisit
service promises
Factor ini merupakan pernyataan atau
janji (secara personal maupun non personal) organisasi tentang layanannya
kepada para pelanggan.
8. Implicit
service promises
Factor ini menyangkut petunjuk (cues) berkaitan dengan layanan, yang
memberikan kesimpulan atau gambaran bagi pelanggan tentang layanan seperti apa
yang seharusnya dan yang akan diterimanya.
9. Word
of mouth (komunikasi getok tular)
Word
of mouth merupakan pernyataan (secara personal maupun nonpersonal) yang
disampaikan oleh orang lain selain penyedia layanan kepada pelanggan.
10. Past
experiences
Pengalaman masa lampau meliputi
hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah
diterimanya di masa lalu.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1
Kereta
Api di Indonesia
Kereta
api adalah sarana transportasi berupa kendaraan dengan tenaga gerak, baik
berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan
ataupun sedang bergerak di rel. Kereta api merupakan alat transportasi masal
yang umumnya terdiri dari lokomotif (kendaraan dengan tenaga gerak yang
berjalan sendiri) dan rangkaian kereta atau gerbong (dirangkaikan dengan
kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif
luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena
sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha
memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat
baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara. Kereta Api juga merupakan
kendaraan yang cukup banyak diminati oleh masyarakat umum selain karena dapat
mengangkut penumpang dalam skala besar, kereta api juga terjangkau dari segi
harga tiket dan praktis sehingga banyak masyarakat yang menggunakan alat
transportasi ini.
2.2 Pelayanan
Kereta Api di Indonesia
Pelayanan adalah hal yang sangat menentukan kenyamanan
masyarakat yang akan memepengaruhi minat masyarakat untuk memilih alat
transportasi umum yang akan digunakan. Apabila pelayan yang diberikan buruk
maka akan memperkecil minat masyarakat untuk menggunakan alat transportasi
tersebut. sementara jika pelayanan yang diberikan bagus, maka akan meningkatkan
minat masyrakat.
Khususnya pada bidang perkeratapian di Indonesia, pelayanan
yang diberikan banyak berhubungan dengan dua aspek, yakni pelayanan
intra(dalam) dan pelayanan ekstra(luar) kereta. Walaupun berbeda, namun
kedua hal ini saling terkait dalam peningkatan kenyamanan untuk pengguna kereta
api. Jika hanya salah satu dari aspek ini yang terlihat baik, maka sudah
dapat dipastikan tingkat kenyamanan dan kepuasan pengguna jasa kereta api di
Indonesia tetap akan rendah.
Setiap periodenya, pengelola jasa layanan kereta api di
Indonesia terus berbenah dan meningkatkan pelayanannya. Salah satu cara yang
telah dilakukan oleh PT. KAI adalah dengan menyediakan jasa pemesanan tiket
menggunakan sistem online. Cara ini digunakan agar masyrakat tidak perlu lagi
menghabiskan waktu untuk mengantri berjam-jam hanya untuk mendapatkan tiket.
Selain itu bentuk pembenahan lain yang dilakukan oleh PT. KAI adalah dengan
membuka kelas baru, yaitu kelas ekonomi AC. Kelas ini memng salah satu
terobosan yang sangat ampuh untuk meningkatkan minat masayarakat untuk
menggunakan jasa PT. KAI.
Walaupun begitu masih banyak hal yang menurut masyarakat
harus diperbaiki. Mulai dari sistem pelayanan tiket. Walaupun sudah menggunakan
sistem pelayanan online, namun masyarakat masih merasa kurang puas. Karena
memang masih minimnya jumlah tiket yang diberikan kepada masyarakat. Ini dapat
dilihat dari fakta di lapangan. Masih banyak penumpang yang terlantar karena
masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang sistem online ini.
Jika pelayanan yang diberikan oleh PT. KAI telah dapat
melayani masyarakat hingga memberikan kepuasan sesuai dengan apa yang
diharapkan, disaat itulah pelayanan yang diberikan bisa dikatakan memuaskan.
2.3 Indikator
Penentu Baik-Buruknya Kualitas Pelayanan Publik Kereta Api Indonesia
2.3.1 Tingkat
Kepuasan Penumpang
Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan,
harapan, dan kebutuhan pelanggan telah dipenuhi dengan baik. Suatu pelayanan
dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan
pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam
menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila
pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka
pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini
terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan pelanggan
terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu
sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan,
meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap
populasi sasaran.
Saat ini dapat dikatakan bahwa pelayanan publik kereta api
indonesia dinilai kurang memberikan kepuasan dan juga jaminan keamanan bagi
penumpang di stasiun. Dapat dilihat pada banyaknya penumpang kereta api (kelas
ekonomi) yang terlantar di stasiun menunggu kedatangan kereta yang terlambat,
Selain itu, fasilitas didalam stasiun dan didalam kereta yang mengecewakan,
serta keamanan yang kurang menjamin baik keamanan di dalam stasiun maupun dalam
perjalanan.. Hal ini sangat penting untuk dikoreksi dan diperbaiki untuk lebih
meningkatkan kualitas pelayanan publiknya.
Ada beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan oleh
pelanggan dalam menilai suatu pelayanan, yaitu: ketepatan waktu, dapat
dipercaya, kemampuan teknis, diharapkan, berkualitas dan harga yang sepadan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, pelanggan sendiri yang menilai tingkat
kepuasan yang mereka terima dari barang atau jasa spesifik yang diberikan,
serta tingkat kepercayaan mereka terhadap kemampuan pemberi pelayanan.
2.3.2 Fasilitas Dan Keamanan Di Dalam
Stasiun Maupun Di Dalam Perjalanan
Indikator yang menentukan baik-buruknya kualitas pelayanan
public juga dilihat dari segi fasilitas dan keamanan, dimana fasilitas yang
diberikan sebagai suatu bentuk pelayanan kepada penumpang, meliputi fasilitas
di dalam stasiun dan fasilitas di dalam perjalanan dengan kereta itu sendiri.
Untuk fasilitas di dalam stasiun, seperti diantaranya fasilitas informasi,
kamar mandi umum, kemudahan naik-turun penumpang, dan yang terpenting adalah
ketersediaan tempat duduk yang lebih banyak agar para penumpang tidak harus
berdiri ataupun duduk di lantai pada saat menunggu kedatangan kereta. Selain
itu fasilitas yang diberikan juga meliputi fasilitas hiburan dimana dalam
menghilangkan kejenuhan pada waktu tunggu diperlukan fasilitas seperti televisi
yang dapat dinikmati penumpang secara umum saat menunggu di stasiun. Fasilitas
lain yang juga menciptakan pencerminan baik buruknya kualitas pelayanan dapat
dilihat dari fasilitas di dalam kereta, meskipun kereta memiliki kelasnya
masing-masing (ekonomi, bisnis, eksekutif), untuk kelas ekonomi setidaknya
kipas angin pun ada dan menyala karena bagaimanapun juga kepuasan dan
kenyamanan penumpanglah yang dengan sendirinya memberikan pandangan baik
buruknya kualitas pelayanan. Selain kipas angin, fasilitas penerangan di dalam
kereta juga harus memadai dan juga fasilitas pemberitahuan informasi stasiun
yang dilewati. Namun sayangnya secara keseluruhan, fasilitas yang diberikan di
tiap-tiap stasiun dan fasilitas di dalam perjalanan didalam kereta, tidaklah
sama. Di stasiun daerah perkotaan dengan stasiun di daerah pedesaan berbeda
fasilitas yang diberikannya.
Selain pada segi fasilitas, segi keamanan juga perlu
dilihat, yaitu yang pertama adalah keamanan di dalam stasiun meliputi keamanan
terhadap kriminalitas yang mengancam harta benda. Hal ini mengingat bahwa di
dalam keramaian penumpang di dalam stasiun terdapat para pencuri ulung yang
mengancam harta benda penumpang. Takhanya didalam stasiun, di dalam kereta pun
pencurian marak terjadi. Para pencuri biasanya adalah orang yang menjadi
penumpang (dengan membeli karcis/tiket) namun niatnya hanya untuk mencuri,
adapun pencuri itu masuk tanpa karcis/tiket (penumpang gelap/liar) tetap dalam
niat mencuri. Keseluruhan hal tersebut tidak akan terjadi apabila P.T K.A.I
dengan tegas dan tuntas mengatasi penumpang gelap. Dengan tersaringnya
penumpang gelap, selain ketertiban (secara prosedural administratif) terjaga
dengan baik, praktek pencurian oleh penumpang gelap pun akan berkurang.
2.3.3 Penerapan
Standar Pelayanan Minimum Yang Konsisten
Salah satu indicator penentu juga dapat dilihat pada
konsistensi penerapan standar pelayanan minimum. dimana apabila penerapan SPM
di stasiun dan di dalam kereta menurun, maka dengan sendirinya penumpang kereta
akan menyatakan buruk atas pelayanan yang diberikan. Seperti misalnya untuk
kereta api kelas ekonomi yang fasilitas kipas anginya tidak menyala dan sedikit
penerangan di dalam gerbong membuat tingkat kenyamanan menurun, dan taksedikit
penumpang yang mengeluhkan hal ini.
Baik SPM dalam stasiun, maupun SPM dalam kereta haruslah
konsisten diterapkan di seluruh stasiun di Indonesia, terutama untuk penerapan
SPM didalam kereta (kelas ekonomi) yang seharusnya memaksimalkan fasilitas di
dalam kereta yaitu ,kipas angin, penerangan, dan lain-lain. Keseluruhannya
merupakan bagian dari SPM yang wajib ada dan dapat digunakan.
Komentar
Posting Komentar